Kamis, 25 April 2013

SISTEM KOORDINAT GCS DAN UTM


SISTEM KOORDINAT GCS DAN UTM

Untuk menggambarkan permukaan bumi yang berbentuk bola (mendekati bola/ellipse) ke dalam bentuk peta (gambar 2 dimensi), diperlukan sebuah persamaan matematis untuk mentransformasikannya. Persamaan matematis ini dikenal sebagai sistem koordinat. Penggunaan sistem koordinat merupakan ciri khas utama GIS karena sistem koordinat inilah yang menunjukkan referensi geografis pada data-data GIS.
Dengan kata lain, sistem koordinat merupakan semacam pendekatan dalam mendefinisikan posisi data-data GIS di atas permukaan bumi. Pada umumnya, di Indonesia ada dua jenis sistem koordinat yang lazim digunakan yakni Sistem Koordinat Geografis (Geographic Coordinate System), dan UTM (Universal Transverse Mercator).
Kedua sistem koordinat tersebut menggunakan datum global WGS (World Geodetic System) 84. Datum global merupakan salah satu pendekatan dalam membuat permukaan bumi mendekati ellipsesempurna. Dalam kenyataannya, bumi kita ini tidaklah berbentuk ellipse secara utuh. Oleh karena itu, diperlukan beragam pendekatan untuk membuat permukaan bola bumi (titik ketinggian nol) mendekatiellipse supaya sistem koordinat bisa diterapkan.
Sebelum WGS84, datum-datum global yang digunakan adalah WGS60, WGS66, dan WGS72 (Prahasta, 2001:118). Ketiga jenis datum global ini dikembangkan oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat (DoD). Karena ditemukan beberapa kelemahan pada tiga datum ini, pada tahun 1984 DoD mempublikasikan WGS84 menggantikan datum-datum sebelumnya. Datum WGS84 yang dikembangkan oleh DMA (Defence Mapping Agency) ini merepresentasikan pemodelan bumi dari standpoint (posisi titik di mana pengamatan/pengukuran dilakukan) gravitasional, geodetik, dan geometrik dengan menggunakan data-data, teknik, dan teknologi yang sudah ada pada saat itu.
1.    Sistem Koordinat Geografis (GCS)
GCS merupakan sistem koordinat yang mengacu terhadap bentuk bumi sesungguhnya yakni mendekati bola (ellipse). Posisi objek di permukaan bumi didefinisikan berdasarkan garis lintang (latitude) dan garis bujur (longitude).
Garis lintang adalah garis vertikal yang mengukur sudut antara suatu titik dengan equator/garis khatulistiwa. Sedangkan Garis bujur adalah garis horizontal yang mengukur sudut suatu titik dengan titik nol bumi yakni Greenwich di London Britania Raya. Unit satuan dari GCS adalah derajat.
Garis lintang (latitude) terbagi menjadi dua yakni Lintang Utara (00 s/d 900)dan Lintang Selatan (00 s/d -900). Garis bujur (longitude) juga terbagi menjadi dua yakni Bujur Barat (00 s/d 1800) dan Bujur Timur (00s/d -1800).
Penulisan koordinat pada GCS mengikuti kaidah dalam sistem koordinat kartesius yakni x,y dengan titik (0,0) pada perpotongan garis khatulistiwa dan greenwich. Garis lintang merepresentasikan posisi y dan garis bujur merepresentasikan posisi x. Unit satuan GCS bisa juga ditulis dalam DMS (Degree Minute Second) dengan 1 derajat = 60 menit dan 1 menit = 60 detik.
2.    Universal Transverse Mercator (UTM)
Berbeda dengan GCS yang mengacu pada bentuk bumi sesungguhnya, UTM tergolong salah satu jenis sistem koodinat proyeksi. Artinya, UTM tidak mengacu pada bentuk bumi yang bulat, melainkan mengacu pada bentuk bumi yang datar/planar melalui proyeksi tertentu. Sistem koordinat UTM memproyeksikan bumi ke dalam bentuk tabung dalam satuan meter.
Proyeksi dilakukan antar garis bujur setiap 60. Setiap daerah yang dibatasi oleh garis bujur sejauh 60 ini disebut zone UTM. Dengan demikian mengacu pada bentuk bumi bulat sempurna (3600), terdapat 60 zona UTM di dunia. Zona 1 dimulai dari 1800 Bujur Barat (BB) hingga 1740 BB, zona 2 dari 1740 BB hingga 1680BB, terus ke arah timur hingga zona 60 yang dimulai dari 1740 Bujur Timur (BT) hingga 1800 BT.  Secara keseluruhan terdapat 120 zona UTM didunia karena tiap zona yang ada dibagi lagi menjadi bagian utara (north) garis khatulistiwa dan bagian selatan (south) garis khatulistiwa.
Setiap zona UTM memiliki sistem koordinat sendiri dengan titik nol sejati pada perpotongan antara meridian (garis bujur) sentralnya dengan ekuator. Untuk menghindari koordinat negatif, meridian tengah diberi nilai awal absis (x) 500.000 meter. Untuk zona yang terletak di bagian selatan ekuator (LS), juga untuk menghindari koordinat negatif, ekuator diberi nilai awal ordinat (y) 10.000.000 meter. Sedangkan untuk zona yang terletak di bagian utara ekuator, ekuator tetap memiliki nilai ordinat 0 meter (Prahasta, 2001:129)
Khusus untuk wilayah Indonesia, terdapat 9 zona UTM yang dimulai dari meridian 900 BT hingga meridian 1440 BT dengan batas paralel (lintang) 110 Lintang Selatan (LS) hingga 60 Lintang Utara (LU). Dengan demikian, wilayah Indonesia dimulai dari zona 46 (meridian sentral 930 BT) hingga zona 54 (meridian sentral 1410 BT).

GEOREFERENCING


A.   Georeferencing
Georeferencing adalah proses penempatan objek berupa raster atau image yang belum mempunyai acuan sistem koordinat ke dalam sitem koordinat dan proyeksi tertentu. Pada GIS, ada 2 sistem koordinat, yaitu geographic coordinate system/sistem koordinat geografi dan projected coordinate system/sistem koordinat proyeksi. Untuk memudahkan dalam menentukan sistem koordinat yang akan digunakan bisa ditandai dengan penggunaan degree/derajat pada sistem koordinat geografi dan meter pada sistem koordinat proyeksi. Ada beberapa kelebihan dan kekurangan pada kedua sistem koordinat tersebut. Kelebihan dari sistem koordinat geografi adalah dapat menganalisis secara mudah, sedangkan kelebihan dari sistem proyeksi adalah lebih detail karena satuannya meter sehingga luasannya bisa dihitung dengan mudah. Kekurangan dari sistem koordinat geografi adalah tidak dapat menghitung luasan/panjang pada sistem GIS dan jika perhitungan tersebut dilakukan, tinggat error yang dihasilkan pun akan tinggi, sedangkan kekurangan dari sistem proyeksi adalah karena satuan yang digunakan adalah meter sehingga hanya bisa menganalisis satu kawasan saja.
B.   Latihan Georeferencing       
Dengan Memasukan Titik koordinat Acuan
a. Menentukan sistem koordinat
Pada tulisan ini kita memakai sistem koordinat WGS GCS 1984, tapi sistem koordinat lain juga boleh di gunakan bergantung pada sistem apa yang ingin kita pakai.


Untuk menentukan sistem koordinat klik predefined==>geographic coordinate system==>world==>wgs 1984 sistem koordinat lain boleh anda coba asalkan sesuai dengan nilai koordinat pada citra digital atau peta digital nantinya

masukkan citra digital atau peta digital

Masukkan nilai koordinat sesuai yang tertera pada citra maupun peta digital yang ada, untuk tutorial ini saya memakai sistem koordinat Geodetik

Klik tools add control point pada toolbar georeferencing kemudian arahkan pointer pada titik koordinatnya kemudian klik kiri lalu klik kanan, pilih input DMS lontitude dan latitude dan samakan dengan bujur lintang dan bujur selatan pada peta di setiap sudutnya.

Setelah setiap sudut telah di konversi di masukan kedalam kolom lontitude dan latitudenya,langkah selajutnya adalah add data => data instalan ArcGis misal di C: => ArcGlobeData => Continent

Dan ouput nya akan seperti di atas ini koordinat yang di buat akan sesuai dengan data peta keseluruhan

Setelah mempelajari tentang georeferencing,selanjutnya yang akan dibahas bagaimana memberi koordinat pada data raster yang berasal dari citra satelit dengan memanfaatkan data raster gambar peta yang sudah sebelumnya diberikan koordinat terlebih dahulu. Sebagai contoh, diambil peta Jawa Barat yang sudah diberikan titik koordinat dengan data citra Jawa Barat yang belum memiliki koordinat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada langkah-langkah berikut ini :
  • Langkah pertama
Pilih peta Jawa barat yang sudah diberikan titik koordinat
  • Langkah Kedua
Ambil peta citra satelit Jawa Barat yang akan diberikan titik koordinat.


Setelah itu maka akan tampak peta citra satelit Jawa Barat


Setelah itu, geser layer peta Jabar ke atas agar bisa terihat, karena jika posisinya di bawah layer peta citra satelit, maka peta tersebut tidak akan terlihat. Setelah itu, layer pada toolbar georefencing harus peta Jabar yang sudah diberikan titik koordinat. Untuk membuka peta Jabar, klik kanan kemudian pilih zoom to layer.


  • Langkah Ketiga
Setelah itu, zoom in untuk menentukan titik mana yang dijadikan acuan untuk meng-georefencingkan peta citra satelit. Klik add control points.


Klik pada titik yang dijadikan acuan untuk meng-georeferencingkan peta citra satelit. Setelah diklik, arahkan pada layer peta citra satelit (PETA Jabar 11.jpg).


Arahkan garis titik koordinat pada PETA JABAR 11 ke titik yang sama (titik yang akan digeoreferencingkan) pada citra satelit.



Setelah itu, maka akan muncul tanda plus merah pada peta citra satelit yang telah kita georeferencingkan. Itu tandanya kita telah berhasil menambahkan koordinat pada peta citra satelit tersebut.

  • Langkah keempat
atau
Untuk melihat hasil georeferencing, kita dapat meg-zoom out salah satu layer, dan akan terlihat hasilnya seperti gambar di atas tersebut.
  • Langkah kelima

Setelah itu, berikan koordinat lagi pada citra satelit Jabar dengan langkah langkah yang sama dan kemudian klik georeferencing dan kemudian klik update georefencing untuk menyimpan koordinat pada citra satelit.

Rabu, 24 April 2013

KOMPOSIT BAND PADA CITRA SATELIT & KEGUNAANNYA


KOMPOSIT BAND PADA CITRA SATELIT & KEGUNAANNYA

Band dalam citra satelit merupakan kanal atau saluran warna. Tidak ada standar band dalam citra, karena setiap citra memiliki band band sendiri. Jumlah band tiap citra juga tidak sama. Landsat TM memiliki 7 band, sedangkan Landsat ETM memiliki 8 band. SPOT memiliki 4 band (multispektral) begitupun dengan Quickbird dan Ikonos memiliki 4 band (multispektral).
Sebagaimana kita ketahui, mata kita secara alami hanya dapat mendeteksi gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang antara 0,4 sd 0,7 mikrometer, selanjutnya dikenal sebagai sinar tampak. Pada selang panjang gelombang inilah konsep warna kita gunakan untuk mengasosiasikan objek yang diamati oleh mata kita. Panjang gelombang ini terdiri dari tiga 3 warna dasar; merah (R), hijau (G), dan biru (B).
Penampakan warna lain merupakan komposit dari warna dasar tersebut. Dengan kata lain mata normal kita hanya bisa mendeteksi objek melalui asosiasi warna yang ditangkapnya.

   
                                        Kiri : Komposit 4,5,3                    Kanan : Komposit 3,2,1
Komposit band 3,2,1 merupakan true color composite atau warna sebenarnya yang ada di permukaan bumi (natural color) sedangkan komposit band 4,5,3 merupakan false color compositeatau warna yang bukan sebenarnya yang ada di permukaan bumi.
Vegetasi (Objek Area)
Pada komposit band 3,2,1 tutupan vegetasi ditunjukan dengan warna hijau atau bisa dikatakan sesuai dengan warna yang tampak jika dilihat dengan mata sedangkan pada komposit band 4,5,3 tutupan vegetasi dtandai dengan warna jingga.
Lahan Terbangun (Objek Area)
Pada komposit band 3,2,1 lahan terbangun ditandai dengan warna asli sesuai keadaan di lapangan. Dari citra diatas dapat dilihat bahwa warna dari lahan terbangun adalah warna coklat sesuai dengan warna genting rumah/bangunan. Pada komposit band 4,5,3 lahan terbangun ditandai dengan warna biru mudah dengan rona cerah. Kelebihan dari kompositband 4,5,3 untuk interpetasi lahan terbangun adalah dari ronanya. Semakin cerah rona dari warna biru maka lahan terbangun yang ada semakin padat, sedangkan semakin gelap rona dari warna biru maka lahan terbangun yang ada semakin jarang.
Jalan (objek garis)
Pada komposit band 3,2,1 kenampakan objek garis berupa jalan tidak dapat dilihat dan diindentifikasi. Objek jalan yang tampak pada komposit band 3,2,1 telihat tersamarkan oleh objek area berupa lahan terbangun jadi tidak dapat dibedakan satu sama lainnya.
Pada komposit band 4,5,3 kenampakan objek garis berupa jalan terlihat cukup jelas dan dapat dibedakan dengan kenampakan objek area berupa lahan terbangun. Jalan ditunjukan dengan sebuah garis melintang dengan warna biru berona gelap.
Perbedaan secara Sistematis
Komposit Band 3,2,1
Komposit Band 4,5,3
Objek Vegetasi (area)
Sesuai warna yang ada di lapangan (hijau)
Jingga
Objek Lahan Terbangun (area)
Sesuai warna yang ada di lapangan (coklat untuk genting)
Warna biru; semakin padat lahan terbangun di suatu daerah rona yang terbentuk semakin cerah dan sebaliknya
Objek Jalan (area)
Tidak dapat dibedakan/tersamarkan dengan objek lahan terbangun
Dapat dibedakan dengan objek lahan terbangun

Memiliki kemampuan mendeteksi yang berbeda sesuai kebutuhan, tapi band tersebut tidak bisa digunakan secara terpisah.Untuk bisa diasosiasikan menjadi warna supaya bisa dibaca dan diinterpretasi oleh mata normal kita, kita memerlukan band lain untuk dikomposisikan dalam kanal RGB.

Tabel Band-band pada Landsat-TM dan kegunaannya (Lillesand dan 
Kiefer, 1997)

Band
Panjang
Gelombang
(µm)
Spektral
Kegunaan
1
0.45 - 0.52
Biru
Tembus terhadap tubuh air,
dapat untuk pemetaan air, pantai,
pemetaan tanah, pemetaan
tumbuhan, pemetaan kehutanan
dan mengidentifikasi budidaya
manusia
2
0.52 - 0.60
Hijau
Untuk pengukuran nilai pantul
hijau pucuk tumbuhan dan
penafsiran aktifitasnya, juga 5
untuk pengamatan kenampakan
budidaya manusia.
3
0.63 - 0.69
Merah
Dibuat untuk melihat daerah
yang menyerap klorofil, yang
dapat digunakannuntuk
membantu dalam pemisahan
spesies tanaman juga untuk
pengamatan budidaya manusia
4
0.76 - 0.90
Infra
merah
dekat
Untuk membedakan jenis
tumbuhan aktifitas dan
kandungan biomas untuk
membatasi tubuh air dan
pemisahan kelembaban tanah
5
1.55 - 1.75
Infra
merah
sedang
Menunjukkan kandungan
kelembaban tumbuhan dan
kelembaban tanah, juga untuk
membedakan salju dan awan
6
10.4 - 12.5
Infra
Merah
Termal
Untuk menganallisis tegakan
tumbuhan, pemisahan
kelembaban tanah dan pemetaan
panas
7
2.08 - 2.35
Infra
merah
sedang
Berguna untuk pengenalan
terhadap mineral dan jenis
batuan, juga sensitif terhadap
kelembaban tumbuhan